Kamis, 21 Juni 2012

Pemberian Injeksi subcutan


PENDAHULUAN

Memberikan injeksi subcutan adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan subcutan di bawah kulit dengan menggunakan spuit.
Diantara banyak jenis obat yang diberikan secara subcutan adalah vaksin, obat pra bedah, narkotik, insulin, dan heparin. Area tubuh yang sering digunakan untuk injeksi subcutan adalah aspek terluar lengan atas dan aspek interior paha. Area ini sangat sesuai dan normalnya memiliki sirkulasi darah yang baik. Area lain yang dapat digunakan adalah abdomen, area scapula pada punggung atas, dan area ventrogluteal atasdan dorsogluteal.
Jenis spuit yang digunakan untuk injeksi subcutan bergantung pada obat yang diberikan. Secara umum, spuit 2ml digunakan untuk kebanyakan injeksi subcutan. Namun jika insulin akan diberikan, gunakan spuit khusus insulin, dan jika heparin akan diberikan, spuit tuberculin atau atau prefilled cartridge dapat digunakan.
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
-          Mengetahui pengertian injeksi subcutan
-          Mengetahui prosedur melakukan injeksi subcutan
-          Mengetahui alat-alat yng digunakan dalam melakukan injeksi subcutan
Manfaat yng diharapkan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
-          Lebih memahami mengenai injeksi subcutan
-          Mengetahui area tubuh yang digunakan untuk injeksi subcutan
-          Dapat mendeskripsikan langkah penting untuk memberikan obat melalui injeksi subcutan

-           
OBAT PARENTAL
Pemberian medikasi parental adalah prosedur keperawatan yang umum. Rute parenteral merupakan rute pemberian obat selain melalui saluran cerna atau saluran nafas yaitu dengan jarum.
JENIS-JENIS PROGRAM OBAT
1.      Stat order
2.      Single order
3.      Standing order
4.      Pra order
PROSES PEMBERIAN OBAT
Ketika memberikan obat, apapun rute pemberian yang digunakan,perawat harus melakukan hal-hal berikut  dan dikenal dengan prinsip enam benar
1.      Benar Obat
·         Obat yang diberikan adalah obat yang diresepkan.
2.      Benar Dosis
·         Dosis yang digunakan sesuai untuk klien
3.      Benar Waktu
·         Berikan obat pada frekuensi yang tepat pada waktu yang diprogramkan sesuai dengan kebijakan rumah sakit
·         Obat yang diberikan dalam 30 menit sebelum atau sesudah waktu yang dijadwalkan dianggap memenuhi waktu standar yang tepat
4.      Benar Rute
·         Berikan obat sesuai rute yang diprogramkan
·         Pastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk klien
5.      Benar Klien
·         Obat yang diberikan kepada klien yang tepat
·         Periksa gelang identifikasi klien setiap kali memberikan obat
·         Cari tahu prosedur institusi untuk memeriksa nama klien yang sama atau hamper sama pada unit perawatan
6.      Benar Dokumentasi
·         Dokumentasikan pemberian obat setelah melakukannya bukan sebelumnya.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA OBAT
Sejumlah faktor selain obat itu sndiri dapat mempengaruhi kerja obat. Setiap orang mungkin tidak berespon sama terhadap dosis obat yang berturut-turut. Selain itu, obat dan dosis yang sama dapat memberi pengaruh yang berbeda pada masing-masing klien.
Faktor Perkembangan
Selama kehamilan, wanita harus berhati-hati dalam mengonsumsi obat. Obat yang dikonsumsi selama kehamilan meningkatkan resiko selama kehamilan, tapi resiko paling tinggi adalah selama trimester pertama, yang merupakan saat pembentukan organ-organ vital dan fungsi tubuh janin. Kebanyakan obat di kontraindikasikan karena kemungkinan efek samping pada janin.
Bayi biasanya memerlukan dosis kecil karena ukuran tubuh dan organ-organ mereka belum matur ( matang ), terutama hati dan ginjal. Bayi seringkali tidak memiliki enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obatdan oleh karena itu, bayi memerlukan dosis obat yang berbeda dari orang dewasa. Pada masa remaja atau dewasa, reaksi alergi dapat terjadi terhadap obat yang sebelumnya dapat di toleransi.
Klien lanjut usia memiliki respon yang berbeda terhadap obat akibat perubahan fisiologi yang menyertai penuaan. Perubahan ini temasuk penurunan fungsi ginjal dan hati, yang mengakibatkan akumulasi obat di dalam tubuh. Selain itu, klien lansia memungkinkan menerima obat multiple dan dapat terjadi inkompatibilitas.
Klien lansia seringkali mengalami penurunan mobilitas lambung dan penurunan produksi asam lambung serta aliran darah, yang dapat mengganggu absorbsi obat. Peningkatan jaringan adiposa dan penurunan produksi cairan tubuh total terhadap masa tubuh dapat meninngkatkan kemungkinan terjadinya toksisitas obat. Klien lansia juga dapat mengalami penurunan jumlah tempat iktana protein dan perubahan pada sawar darah otak. Perubahan pada sawar darah otak memungkinkan obat larut lemak mudah bergerak ke otak, seringkali mengakibatkan limbung dan konfusi. Hal ini terutama terjadi pada pemberian betabloker.





Jenis Kelamin
Wanita dan pria memiliki respon yang berbeda terhadap obat terutama berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh, cairan tubuh dan hormone. Karena kebanyakan obat yang diteliti dilakukan pada pria, penilitian obat pada wanita perlu dilakukan untuk mengetahui efek perubahan hormonal terhadap kerja obat pada wanita.
Faktor Budaya, etnik, dan genetik
Respon klien terhadap obat dipengaruhi usia, jenis kelamin, ukuran, dan komposisi tubuh. Variasi respon ini disebut polimorfisme obat ( kudzma, 1999 ). Penelitian ditunjikkan bahwa etnik dapat mempengaruhi perbedaan respon terhadap obat. Kudzma ( 1999 ) menunjukkan bahwa metbolisme obat ditentukan secara genetik dan akibatnya ras dapat mempengaruhi respon terhadap obat. Hal ini disebut polimorfisme genetik. Gen-gen yang mengendalikan metabolisme hati bervariasi dan beberapa klien dapat menunjukkan metabolisme yang lambat, sedangkan yang lainnya cepat. Penelitian menunjukkan obat-obat tertentu dapat bekerja dengan baik pada dosis terapeutik yang biasanya untuk kelompok etnik tertentu, tetapi dapat bersifat toksik pada kelompok yang lain. Kudzma ( 1999 ) memberikan contoh, obat antipsikotik dan antiantesietas terbukti efektif untuk orang amerika afrika, kaukasia, hispanik, sedangkan klien keturunan asia mungkin memerlukan dosis yang lebih rendah karena metabolisme jenis obat tersebut lebih lambat yang mengakibatkan orang keturunan asia lebih rentan terhadap efek samping obat. Faktor budaya praktik budaya ( misal nilai dan kepercayaan ) juga dapat mempengaruhi kerja obat. Sebagai contoh, obat-obat herbal ( misal hebal ginseng cina )




RUTE PEMBERIAN OBAT
RUTE
KEUNTUNGAN
KERUGIAN
Oral
Paling nyaman,biasanya tidak mahal,aman,tidak merusak pelindung kulit,pemberian biasanya tidak menimbulkan stress
Tidak sesuai untuk klien yang menderita mual dan muntah, obat memiliki rasa dan bau yang tidak enak,tidak cocok untuk klien yang tidak dapat menelan atau tidak sadar
Sublingual
Obat dapat diberikan untuk memberikan dampak local
Jika tertelan obat mungkin dapat menjadi tidak aktif
Bukal
Sama seperti sublingual
Sama seperti sublingual
Rektal
Obat dapat digunakan jika obat memiliki bau dan rasa yang tidak enak
Dosis yang diabsorpsi tidak dapat diperkirakan
Subkutan
Awitan obat lebih cepat dibandingkan oral
Harus menggunakan teknik steril, lebih mahal dibandingkan oral,hanya dapat diberikan dalam volume kecil,lebih lambat dibandingkan pemberian intramuscular,dapat menyebabkan ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif).
Intramuskular
Nyeri akibat obat yang iritatif minimal
Merusak lapisan kulit,dapat menyebabkan ansietas
Intradermal
Absorpsi lebih lambat
Jumlah obat yang diberikan harus sedikit
Intravena
Memiliki efek yang cepat
Terbatas hanya obat yang daya larutnya tinggi
Inhalasi
Memasukkan obat melalui saluran nafas
Hanya digunakan untuk system pernafasan




INJEKSI SUBCUTAN
Diantara banyak jenis obat yang diberikan secara subcutan (tepat dibawah kulit) adalah vaksin,obat prabedah, narkotik, insulin, dan heparin. Area tubuh yang sering digunakan untuk injeksi subcutan adalah aspek terluar lengan atas dan aspek anterior paha. Area ini sangat sesuai dan normalnya memiliki sirkulasi darah yang baik. Area lain dapat digunakan adalah abdomen, area spakula pada punggung atas, dan area ventrogluteal atas dan dorsoglutal. Hanya dosis kecil (0.5 sampai 1 ml) obat yang diinjeksikan melalui rute subcutan. Periksa kembali kebijakan institusi. 
Jenis spuit yang digunakan untuk injeksi subcutan bergantung pad obat yang diberikan. Secara umum, spuit 2ml digunakan untuk kebanyakan subcutan. Namun, jika insulin diberikan, gunakan spuit khusus insulin dan jika heparin akan diberikan, spuit tuberculin atau prefilled cartridge dapat digunakan.
Ukuran dan panjang jarum dipilih berdasarkan massa tubuh klien, sudut insersi yang dituju, dan lokasi injeksi yang direncanakan. Pada umumnya jarum #25 gauge, 1,6 cm digunakan untuk orang dewasa dengan berat badan normal dan jarum diinsersikan pada sudut 45 derajat; jarum 1 cm digunakan pada sudut 90 derajat. Anak mungkin memerlukan jarum 1,25 cm ditusukkan pada sudut 45 derajat.
Salah satu metode yang dapat perawat gunakan untuk menentukan panjang jarum adalah dengan mencubit jaringan pada area tusukan dan pilih panjang jarum yang lebarnya setengah dari lipatan kulit. Untuk menentukan sudut insersi, pedoman umum yang diikuti berkaitan dengan jumlah jaringan yang dapat dikumpulkan atau dipegang pada area penusukkan. Sudut 45 derajat digunakan ketika 2,5 cm jaringan dapat dipegang pada sisi penusukan; sudut 90 derajat digunakan ketika 5 cm jaringan dapat dipegang.
Ketika memberikan insulin kepada orang dewasa, ukuran standar  jarum yang digunakan adalah #30 gauge dan jarum pendek (0,8 cm) sekarang ini tersedia dalam spuit 30-,50-, dan 100- unit (Fleming,1999). Kebanyakan klien memilih jarum yang lebih pendek dan tipis karena jarum tersebut tidak terlalu nyeri. Risiko menginjeksi pada otot berkurang dengan jarum yang lebih pendek.
Area injeksi subcutan perlu dirotasi secara regular untuk meminimalkan kerusakan jaringan, membantu absorpsi, dan menghindari ketidaknyamanan. Hal ini terutama penting untuk klien yang harus menerima injeksi berulang, seperti penyandang diabetes. Karena insulin diabsorpsi dengan kecepatan berbeda pad bagian tubuh yang berbeda, kadar glukosa klien diabetic dapat bervariasi ketika beragam area digunakan. Insulin diabsorpsi lebih cepat ketika diinjeksikan di abdomen kemudian ke lengan dan lebih lambat ketika diinjeksikan ke paha dan bokong. Rekomendasi terkini termasuk rotasi injeksi di dalam area anatomis (Fleming, 1999).
Perawat terbiasa mengaspirasi dengan menarik plunger ke belakang setelah menginsersi jarum dan sebelum mengiinjeksikan obat. Kemudian, perawat dapat menentukan apakah jarum telah masuk ke dalam pembuluh darah. Tidak adanya darah dipercaya mengindikasikan bahwa jarum masuk ke dalam jaringan subcutan dan tidak masuk ke jaringan otot yang lebih kaya pembuluh darah keberatan terhadap praktik aspirasi konvensional untuk injeksi insulin subcutan karena praktik tersebut “tidak praktis, jarang sekali menarik darah, dan bukan indicator yang dapat dipercaya untuk mengoreksi letak jarum, dan tidak ada hasil studi klinis yang mengonfirmasinya atau menolaknya.


LOKASI PENYUNTIKAN SUBCUTAN

Aspek terluar 1/3 lengan atas, 1/3 atas paha atas sekitar pusar.




MEMBERIKAN INJEKSI SUBCUTAN

Pengertian
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan subcutan di bawah kulit dengan menggunakan spuit.

Tujuan
Memasukkan sejumlah toksik atau obat pada jaringan subcutan di bawah kulit untuk diabsorpsi.

Alat
1.      Daftar obat
2.      Alat tulis
3.      Perlak dan Pengalas
4.      Bak spuit
5.      Kapas alkohol
6.      Sarung tangan
7.      Piala ginjal
8.      Obat injeksi
9.      Ampul
10.  Vial
11.  Spuit
12.  Gergaji ampul
13.  Kasa alkohol




Prosedur
1.      Fase pra interaksi
a.       Cocokkan pesanan dokter dengan kartu obat, laporkan bila ada ketidakjelasan
b.      Pahami kerja obat,pertimbangkan pemakaian dosis aman,maksud pemberian efek samping obat yang akan diberikan
c.       Kaji apakah klien mampu dan mau mengikuti petunjuk
d.      Kaji tanda-tanda vital dan kesadaran pasien
e.       Siapkan obat sesuai dosis untuk setiap klien periksa tanggal kadaluarsa
f.       Hitung dosis perhatikan obat yang belum bisa dipakai klien
g.      Mencuci tangan
2.      Fase orientasi
a.       Membawa obat ke kamar klien, sekali lagi lakukan cek nama obat,dosis,cara pemberian,waktu, dan tanggal pemberian
b.      Memberikan salam dan memperkenalkan diri
c.       Cek identitas klien: cek nama klien pada gelang atau papan, identitas kalau ada, menanyakan dan memanggil nama klien
d.      Jelaskan pada  klien rencana pemberian obat,tujuan,cara pemberian,waktu dan nama obat, minta tanda tangan apabila perlu persetujuan pemberian obat
3.      Fase Kerja
a.       Tutup tirai untuk member privacy pada klien’
b.      Pakai sarung tangan.
c.       Hisap obat sesuai dengan prosedur yang benar dari menyiapkan obat ampul atau vial.
d.      Berikan posisi yang tepat sesuai dengan lokasi yang dipilih.
Lengan atas bagian luar,
Bagian anterior paha duduk atau berbaring dengan kaki rileks,
Abdomen posisi terlentang atau semi recumbent,
Daerah scapula pasien telungkup atau duduk.
e.       Pasang perlak dan pengalas, dekatkan piala ginjal.
f.       Bersihkan daerah suntikan dengan kapas atau alkohol, gosok melingkar dari dalam keluar. Biarkan alkohol kering dan pegang kapas untuk digunakan waktu mencabut jarum.
g.      Buka tutup jarum dengan tangan kiri.
h.      Cubit atau gerakkan daerah yang akan disuntikkan.
i.        Pegang spuit dengan tangan kanan diantara ibu jari dan telunjuk. Suntikkan jarum dengan sudut 45­0-900, tergantung turgor jaringan dan panjang jarum.
j.        Setelah jarum masuk, lepaskan jaringan yang dipegang, dan gunakan tangan kiri untuk memegang ujung barel.
k.      Aspirasi untuk memastikan masuknya jarum. Bila ada darah, cabut jarum, obat dan spuit dibuang dan menyiapkan obat baru lagi.
l.        Bila tidak ada darah, suntikan obat perlahan-lahan.
m.    Cabut jarum cepat dengan sudut sesuai waktu masuk.
n.      Masase hati-hati dengan kapas alkohol(jangan masase pada pemberian heparin atau insulin).
o.      Buang spuit dab jarum tanpa penutup di sharp container.
p.      Ambil perlak dan pengalas dari klien.
q.      Lepaskan sarung tangan dan taruh di piala ginjal.
4.      Fase terminasi
a.       Melakukan evaluasi kepada klien setelah melakukan tindakan (Tanya apa yang klien rasakan saat pemberian obat).
b.      Merapikan klien kembali, member posisi yang nyaman untuk klien.
c.       Membereskan peralatan.
d.      Mencuci tangan.
e.       Berpamitan.
f.       Cek kembali setelah 30 menit untuk melihat respon klien setelah diberikan injeksi subcutan, terhadap reaksi alergi maupun efek samping.
g.      Catat waktu, dosis, dan nama semua obat yang diberikan dalam daftar obat dan beri tanda tangan sebagai bukti obat diberikan.
h.      Bila klien tidak mau diberi injeksi dermal, laporkan secara lengkap.
i.        Catat bila muncul reaksi setelah pemberian injeksi.













DAFTAR PUSTAKA
Kozier,Barbara dkk.2010.Buku Ajar Fundamental Konsep, Proses dan Praktik.Jakarta:EGC
Surtiningrum, Anjas dkk. 2012. Standar Operasional Prosedur Tindakan Keterampilan Dasar Dalam Keperawatan.Semarang: STIKES TELOGOREJO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar