PENDAHULUAN
Memberikan
injeksi subcutan adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam
jaringan subcutan di bawah kulit dengan menggunakan spuit.
Diantara
banyak jenis obat yang diberikan secara subcutan adalah vaksin, obat pra bedah,
narkotik, insulin, dan heparin. Area tubuh yang sering digunakan untuk injeksi
subcutan adalah aspek terluar lengan atas dan aspek interior paha. Area ini
sangat sesuai dan normalnya memiliki sirkulasi darah yang baik. Area lain yang
dapat digunakan adalah abdomen, area scapula pada punggung atas, dan area
ventrogluteal atasdan dorsogluteal.
Jenis spuit yang
digunakan untuk injeksi subcutan bergantung pada obat yang diberikan. Secara
umum, spuit 2ml digunakan untuk kebanyakan injeksi subcutan. Namun jika insulin
akan diberikan, gunakan spuit khusus insulin, dan jika heparin akan diberikan,
spuit tuberculin atau atau prefilled cartridge dapat digunakan.
Tujuan
disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
-
Mengetahui pengertian injeksi subcutan
-
Mengetahui prosedur melakukan injeksi
subcutan
-
Mengetahui alat-alat yng digunakan dalam
melakukan injeksi subcutan
Manfaat yng diharapkan
dari makalah ini adalah sebagai berikut :
-
Lebih memahami mengenai injeksi subcutan
-
Mengetahui area tubuh yang digunakan
untuk injeksi subcutan
-
Dapat mendeskripsikan langkah penting
untuk memberikan obat melalui injeksi subcutan
-
OBAT PARENTAL
Pemberian
medikasi parental adalah prosedur keperawatan yang umum. Rute parenteral
merupakan rute pemberian obat selain melalui saluran cerna atau saluran nafas
yaitu dengan jarum.
JENIS-JENIS
PROGRAM OBAT
1. Stat
order
2. Single
order
3. Standing
order
4. Pra
order
PROSES PEMBERIAN
OBAT
Ketika
memberikan obat, apapun rute pemberian yang digunakan,perawat harus melakukan hal-hal
berikut dan dikenal dengan prinsip enam
benar
1.
Benar
Obat
·
Obat yang diberikan adalah obat yang
diresepkan.
2.
Benar
Dosis
·
Dosis yang digunakan sesuai untuk klien
3.
Benar
Waktu
·
Berikan obat pada frekuensi yang tepat
pada waktu yang diprogramkan sesuai dengan kebijakan rumah sakit
·
Obat yang diberikan dalam 30 menit
sebelum atau sesudah waktu yang dijadwalkan dianggap memenuhi waktu standar
yang tepat
4.
Benar
Rute
·
Berikan obat sesuai rute yang
diprogramkan
·
Pastikan bahwa rute tersebut aman dan
sesuai untuk klien
5.
Benar
Klien
·
Obat yang diberikan kepada klien yang
tepat
·
Periksa gelang identifikasi klien setiap
kali memberikan obat
·
Cari tahu prosedur institusi untuk
memeriksa nama klien yang sama atau hamper sama pada unit perawatan
6.
Benar
Dokumentasi
·
Dokumentasikan pemberian obat setelah
melakukannya bukan sebelumnya.
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KERJA OBAT
Sejumlah faktor
selain obat itu sndiri dapat mempengaruhi kerja obat. Setiap orang mungkin
tidak berespon sama terhadap dosis obat yang berturut-turut. Selain itu, obat
dan dosis yang sama dapat memberi pengaruh yang berbeda pada masing-masing
klien.
Faktor Perkembangan
Selama
kehamilan, wanita harus berhati-hati dalam mengonsumsi obat. Obat yang
dikonsumsi selama kehamilan meningkatkan resiko selama kehamilan, tapi resiko
paling tinggi adalah selama trimester pertama, yang merupakan saat pembentukan
organ-organ vital dan fungsi tubuh janin. Kebanyakan obat di kontraindikasikan
karena kemungkinan efek samping pada janin.
Bayi
biasanya memerlukan dosis kecil karena ukuran tubuh dan organ-organ mereka
belum matur ( matang ), terutama hati dan ginjal. Bayi seringkali tidak
memiliki enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obatdan oleh karena itu,
bayi memerlukan dosis obat yang berbeda dari orang dewasa. Pada masa remaja
atau dewasa, reaksi alergi dapat terjadi terhadap obat yang sebelumnya dapat di
toleransi.
Klien
lanjut usia memiliki respon yang berbeda terhadap obat akibat perubahan
fisiologi yang menyertai penuaan. Perubahan ini temasuk penurunan fungsi ginjal
dan hati, yang mengakibatkan akumulasi obat di dalam tubuh. Selain itu, klien
lansia memungkinkan menerima obat multiple dan dapat terjadi inkompatibilitas.
Klien
lansia seringkali mengalami penurunan mobilitas lambung dan penurunan produksi
asam lambung serta aliran darah, yang dapat mengganggu absorbsi obat.
Peningkatan jaringan adiposa dan penurunan produksi cairan tubuh total terhadap
masa tubuh dapat meninngkatkan kemungkinan terjadinya toksisitas obat. Klien
lansia juga dapat mengalami penurunan jumlah tempat iktana protein dan
perubahan pada sawar darah otak. Perubahan pada sawar darah otak memungkinkan
obat larut lemak mudah bergerak ke otak, seringkali mengakibatkan limbung dan
konfusi. Hal ini terutama terjadi pada pemberian betabloker.
Jenis Kelamin
Wanita dan pria
memiliki respon yang berbeda terhadap obat terutama berhubungan dengan
perbedaan distribusi lemak tubuh, cairan tubuh dan hormone. Karena kebanyakan
obat yang diteliti dilakukan pada pria, penilitian obat pada wanita perlu
dilakukan untuk mengetahui efek perubahan hormonal terhadap kerja obat pada
wanita.
Faktor Budaya, etnik, dan genetik
Respon klien
terhadap obat dipengaruhi usia, jenis kelamin, ukuran, dan komposisi tubuh.
Variasi respon ini disebut polimorfisme obat ( kudzma, 1999 ). Penelitian
ditunjikkan bahwa etnik dapat mempengaruhi perbedaan respon terhadap obat.
Kudzma ( 1999 ) menunjukkan bahwa metbolisme obat ditentukan secara genetik dan
akibatnya ras dapat mempengaruhi respon terhadap obat. Hal ini disebut polimorfisme
genetik. Gen-gen yang mengendalikan metabolisme hati bervariasi dan beberapa
klien dapat menunjukkan metabolisme yang lambat, sedangkan yang lainnya cepat.
Penelitian menunjukkan obat-obat tertentu dapat bekerja dengan baik pada dosis
terapeutik yang biasanya untuk kelompok etnik tertentu, tetapi dapat bersifat
toksik pada kelompok yang lain. Kudzma ( 1999 ) memberikan contoh, obat antipsikotik
dan antiantesietas terbukti efektif untuk orang amerika afrika, kaukasia,
hispanik, sedangkan klien keturunan asia mungkin memerlukan dosis yang lebih
rendah karena metabolisme jenis obat tersebut lebih lambat yang mengakibatkan
orang keturunan asia lebih rentan terhadap efek samping obat. Faktor budaya
praktik budaya ( misal nilai dan kepercayaan ) juga dapat mempengaruhi kerja
obat. Sebagai contoh, obat-obat herbal ( misal hebal ginseng cina )
RUTE PEMBERIAN
OBAT
RUTE
|
KEUNTUNGAN
|
KERUGIAN
|
|
Oral
|
Paling nyaman,biasanya tidak
mahal,aman,tidak merusak pelindung kulit,pemberian biasanya tidak menimbulkan
stress
|
Tidak sesuai untuk klien yang
menderita mual dan muntah, obat memiliki rasa dan bau yang tidak enak,tidak
cocok untuk klien yang tidak dapat menelan atau tidak sadar
|
|
Sublingual
|
Obat dapat diberikan untuk memberikan
dampak local
|
Jika tertelan obat mungkin dapat
menjadi tidak aktif
|
|
Bukal
|
Sama seperti sublingual
|
Sama seperti sublingual
|
|
Rektal
|
Obat dapat digunakan jika obat
memiliki bau dan rasa yang tidak enak
|
Dosis yang diabsorpsi tidak dapat
diperkirakan
|
|
Subkutan
|
Awitan obat lebih cepat dibandingkan
oral
|
Harus menggunakan teknik
steril, lebih mahal dibandingkan oral,hanya dapat diberikan dalam volume
kecil,lebih lambat dibandingkan pemberian intramuscular,dapat menyebabkan
ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif).
|
|
Intramuskular
|
Nyeri akibat obat yang iritatif
minimal
|
Merusak lapisan kulit,dapat
menyebabkan ansietas
|
|
Intradermal
|
Absorpsi lebih lambat
|
Jumlah obat yang diberikan harus
sedikit
|
|
Intravena
|
Memiliki efek yang cepat
|
Terbatas hanya obat yang daya larutnya
tinggi
|
|
Inhalasi
|
Memasukkan obat melalui saluran nafas
|
Hanya digunakan untuk system
pernafasan
|
|
INJEKSI SUBCUTAN
Diantara banyak
jenis obat yang diberikan secara subcutan (tepat dibawah kulit) adalah
vaksin,obat prabedah, narkotik, insulin, dan heparin. Area
tubuh yang sering digunakan untuk injeksi subcutan adalah aspek terluar lengan
atas dan aspek anterior paha. Area ini sangat sesuai dan normalnya memiliki
sirkulasi darah yang baik. Area lain dapat digunakan adalah abdomen, area
spakula pada punggung atas, dan area ventrogluteal atas dan dorsoglutal.
Hanya dosis kecil (0.5 sampai 1 ml) obat yang diinjeksikan melalui rute
subcutan. Periksa kembali kebijakan institusi.
Jenis
spuit yang digunakan untuk injeksi subcutan bergantung pad obat yang diberikan.
Secara umum, spuit 2ml digunakan untuk kebanyakan subcutan. Namun, jika insulin
diberikan, gunakan spuit khusus insulin dan jika heparin akan diberikan, spuit
tuberculin atau prefilled cartridge
dapat digunakan.
Ukuran
dan panjang jarum dipilih berdasarkan massa tubuh klien, sudut insersi yang
dituju, dan lokasi injeksi yang direncanakan. Pada umumnya jarum #25 gauge, 1,6
cm digunakan untuk orang dewasa dengan berat badan normal dan jarum
diinsersikan pada sudut 45 derajat; jarum 1 cm digunakan pada sudut 90 derajat.
Anak mungkin memerlukan jarum 1,25 cm ditusukkan pada sudut 45 derajat.
Salah
satu metode yang dapat perawat gunakan untuk menentukan panjang jarum adalah
dengan mencubit jaringan pada area tusukan dan pilih panjang jarum yang
lebarnya setengah dari lipatan kulit. Untuk menentukan sudut insersi, pedoman
umum yang diikuti berkaitan dengan jumlah jaringan yang dapat dikumpulkan atau
dipegang pada area penusukkan. Sudut 45 derajat digunakan ketika 2,5 cm
jaringan dapat dipegang pada sisi penusukan; sudut 90 derajat digunakan ketika
5 cm jaringan dapat dipegang.
Ketika
memberikan insulin kepada orang dewasa, ukuran standar jarum yang digunakan adalah #30 gauge dan jarum
pendek (0,8 cm) sekarang ini tersedia dalam spuit 30-,50-, dan 100- unit
(Fleming,1999). Kebanyakan klien memilih jarum yang lebih pendek dan tipis
karena jarum tersebut tidak terlalu nyeri. Risiko menginjeksi pada otot
berkurang dengan jarum yang lebih pendek.
Area
injeksi subcutan perlu dirotasi secara regular untuk meminimalkan kerusakan
jaringan, membantu absorpsi, dan menghindari ketidaknyamanan. Hal ini terutama
penting untuk klien yang harus menerima injeksi berulang, seperti penyandang
diabetes. Karena insulin diabsorpsi dengan kecepatan berbeda pad bagian tubuh
yang berbeda, kadar glukosa klien diabetic dapat bervariasi ketika beragam area
digunakan. Insulin diabsorpsi lebih cepat ketika diinjeksikan di abdomen
kemudian ke lengan dan lebih lambat ketika diinjeksikan ke paha dan bokong.
Rekomendasi terkini termasuk rotasi injeksi di dalam area anatomis (Fleming,
1999).
Perawat terbiasa
mengaspirasi dengan menarik plunger ke belakang setelah menginsersi jarum dan
sebelum mengiinjeksikan obat. Kemudian, perawat dapat menentukan apakah jarum
telah masuk ke dalam pembuluh darah. Tidak adanya darah dipercaya
mengindikasikan bahwa jarum masuk ke dalam jaringan subcutan dan tidak masuk ke
jaringan otot yang lebih kaya pembuluh darah keberatan terhadap praktik
aspirasi konvensional untuk injeksi insulin subcutan karena praktik tersebut
“tidak praktis, jarang sekali menarik darah, dan bukan indicator yang dapat
dipercaya untuk mengoreksi letak jarum, dan tidak ada hasil studi klinis yang
mengonfirmasinya atau menolaknya.
LOKASI
PENYUNTIKAN SUBCUTAN
Aspek terluar 1/3 lengan
atas, 1/3 atas paha atas sekitar pusar.
MEMBERIKAN INJEKSI SUBCUTAN
Pengertian
Pemberian obat
dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan subcutan di bawah kulit dengan
menggunakan spuit.
Tujuan
Memasukkan
sejumlah toksik atau obat pada jaringan subcutan di bawah kulit untuk
diabsorpsi.
Alat
1. Daftar
obat
2. Alat
tulis
3. Perlak
dan Pengalas
4. Bak
spuit
5. Kapas
alkohol
6. Sarung
tangan
7. Piala
ginjal
8. Obat
injeksi
9. Ampul
10. Vial
11. Spuit
12. Gergaji
ampul
13. Kasa
alkohol
Prosedur
1.
Fase
pra interaksi
a. Cocokkan
pesanan dokter dengan kartu obat, laporkan bila ada ketidakjelasan
b. Pahami
kerja obat,pertimbangkan pemakaian dosis aman,maksud pemberian efek samping
obat yang akan diberikan
c. Kaji
apakah klien mampu dan mau mengikuti petunjuk
d. Kaji
tanda-tanda vital dan kesadaran pasien
e. Siapkan
obat sesuai dosis untuk setiap klien periksa tanggal kadaluarsa
f. Hitung
dosis perhatikan obat yang belum bisa dipakai klien
g. Mencuci
tangan
2.
Fase
orientasi
a. Membawa
obat ke kamar klien, sekali lagi lakukan cek nama obat,dosis,cara
pemberian,waktu, dan tanggal pemberian
b. Memberikan
salam dan memperkenalkan diri
c. Cek
identitas klien: cek nama klien pada gelang atau papan, identitas kalau ada,
menanyakan dan memanggil nama klien
d. Jelaskan
pada klien rencana pemberian
obat,tujuan,cara pemberian,waktu dan nama obat, minta tanda tangan apabila
perlu persetujuan pemberian obat
3.
Fase
Kerja
a. Tutup
tirai untuk member privacy pada klien’
b. Pakai
sarung tangan.
c. Hisap
obat sesuai dengan prosedur yang benar dari menyiapkan obat ampul atau vial.
d. Berikan
posisi yang tepat sesuai dengan lokasi yang dipilih.
Lengan atas bagian
luar,
Bagian anterior paha
duduk atau berbaring dengan kaki rileks,
Abdomen posisi
terlentang atau semi recumbent,
Daerah scapula pasien
telungkup atau duduk.
e. Pasang
perlak dan pengalas, dekatkan piala ginjal.
f. Bersihkan
daerah suntikan dengan kapas atau alkohol, gosok melingkar dari dalam keluar.
Biarkan alkohol kering dan pegang kapas untuk digunakan waktu mencabut jarum.
g. Buka
tutup jarum dengan tangan kiri.
h. Cubit
atau gerakkan daerah yang akan disuntikkan.
i.
Pegang spuit dengan tangan kanan
diantara ibu jari dan telunjuk. Suntikkan jarum dengan sudut 450-900,
tergantung turgor jaringan dan panjang jarum.
j.
Setelah jarum masuk, lepaskan jaringan
yang dipegang, dan gunakan tangan kiri untuk memegang ujung barel.
k. Aspirasi
untuk memastikan masuknya jarum. Bila ada darah, cabut jarum, obat dan spuit
dibuang dan menyiapkan obat baru lagi.
l.
Bila tidak ada darah, suntikan obat
perlahan-lahan.
m. Cabut
jarum cepat dengan sudut sesuai waktu masuk.
n. Masase
hati-hati dengan kapas alkohol(jangan masase pada pemberian heparin atau
insulin).
o. Buang
spuit dab jarum tanpa penutup di sharp container.
p. Ambil
perlak dan pengalas dari klien.
q. Lepaskan
sarung tangan dan taruh di piala ginjal.
4.
Fase
terminasi
a. Melakukan
evaluasi kepada klien setelah melakukan tindakan (Tanya apa yang klien rasakan
saat pemberian obat).
b. Merapikan
klien kembali, member posisi yang nyaman untuk klien.
c. Membereskan
peralatan.
d. Mencuci
tangan.
e. Berpamitan.
f. Cek
kembali setelah 30 menit untuk melihat respon klien setelah diberikan injeksi
subcutan, terhadap reaksi alergi maupun efek samping.
g. Catat
waktu, dosis, dan nama semua obat yang diberikan dalam daftar obat dan beri
tanda tangan sebagai bukti obat diberikan.
h. Bila
klien tidak mau diberi injeksi dermal, laporkan secara lengkap.
i.
Catat bila muncul reaksi setelah
pemberian injeksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Kozier,Barbara
dkk.2010.Buku Ajar Fundamental Konsep,
Proses dan Praktik.Jakarta:EGC
Surtiningrum, Anjas
dkk. 2012. Standar Operasional Prosedur
Tindakan Keterampilan Dasar Dalam Keperawatan.Semarang: STIKES TELOGOREJO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar